style
Langganan

Waspada! Pewarna Makanan Tertentu Bisa Picu Radang Usus - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Newswire  - Espos.id Lifestyle  -  Jumat, 19 November 2021 - 23:45 WIB

ESPOS.ID - Ilustrasi pewarna makanan. (Freepik)

Esposin, SOLO-Bahaya penggunaan pewarna makanan kembali terungkap lewat studi terbaru dari Amerika Serikat. Salah satunya adalah bisa memicu radang usus seperti diidap selebgram Anya Geraldine.

Berdasarkan studi oleh peneliti dari School of Medicine Mount Sinai, Amerika Serikat, penggunaan pewarna makanan tertentu bisa memicu penyakit kolitis ulseratif, salah satu bentuk penyakit radang usus, ketika sistem imun tubuh sedang kacau.

Advertisement

Studi yang diterbitkan oleh Cell Metabolism mencoba mengungkap fenomena tentang bahaya pewarna makanan ini. Melansir dari Medical Express, studi yang dilakukan pada tikus menemukan bahwa tikus mengembangkan kolitis, ketika mengonsumsi makanan dengan pewarna buatan FD&C Red 40 dan Yellow 6 ketika sistem kekebalan yang disebut sitokin IL-23 mengalami gangguan.

Baca Juga: Mengalami Suduken Saat Olahraga? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Meski begitu, belum jelas apakah pewarna makanan akan memiliki efek yang sama pada manusia. Namun para peneliti terus menyelidiki secara tepat bagaimana sitokil IL-23 dapat mendorong perkembangan kolitis setelah mengkonsumsi pewarna makanan.

Advertisement

Kolitis merupakan bentuk penyakit radang usus (IBD), dengan gangguan sitokil IL-23 diketahui sebagai penyebabnya. Di sisi lain, pewarna makanan seperti Red 30 dan Yellow 6 paling banyak digunakan pada makanan, minuman, dan obat-obatan.

Baik secara genetik maupun faktor lingkungan sama-sama bisa menyebabkan penyakit radang usus. Namun, hubungan penyakit ini dengan faktor lingkungan masih terus diteliti.

Baca Juga: SCBD Trending di Twitter, Warganet Soroti Utang demi Tampil Keren

Advertisement

Untuk penelitian tersebut, para peneliti membuat tikus mengalami gangguan sitokin IL-23. Yang mengejutkan, tikus dengan respon imun baik tidak mengalami kolitis meski diberi makanan dengan pewarna buatan. Untuk membuktikan pewarna makanan dapat memiliki faktor penyakit, para peneliti memberi makan tikus yang diubah ke dalam diet tanpa pewarna makanan.

Pada kedua kasus tersebut, penyakit kolitis berkembang saat tikus mengkonsumsi makanan zat pewarna. "Perubahan dramatis peningkatan penggunaan makanan olahan dan adiktif makanan, merupakan peningkatan kejadian penyakit inflamasi dan autoimun," ungkap peneliti senior Sergio Lira, MD, PhD, dari Immunology Institute Icahn Mount Sinai seperti dikutip dari Suara.com, Jumat (19/11/2021).

Ia mengatakan, perubahan lingkungan juga dianggap berkontribusi atas penyakit ini. "Perubahan lingkungan ini dianggap berkontribusi pada penyakit ini. Namun relative sedikit yang diketahui. Kami berharap penelitian ini bisa melangkah dan memahami dampak pewarna makanan pada kesehatan manusia," ungkapnya.

Advertisement
Astrid Prihatini WD - I am a journalist who loves traveling, healthy lifestyle and doing yoga.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif