Suyatmi, salah satu laboran di Fakultas Teknologi Pangan (FTP) Unisri Solo bersama timnya suatu hari melakukan uji lab atas sejumlah sampel jajan yang beredar di sekolah-sekolah. Hasilnya, sudah bisa ditebak. Jajanan di sekolah-sekolah tersebut masih jauh dari kriteria kelayakan. “Mulai olahan yang tak higienis, mengandung zat pewarna berlebihan, campuran formalin dan boraks,” terangnya, pekan lalu.
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Untuk mengatasi hal itulah, Pemkot Solo melakukan pembinaan terhadap kantin-kantin di sekolah. Jajanan yang akan dijual kepada para siswa harus diketahui siapa pembuatnya dan di mana lokasinya. Jika dinilai layak, barulah jajanan tersebut bisa dijual kepada siswa. “Kami biasanya bekerja sama dengan Disdikpora (Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga) dalam rangka mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan akibat jajan di sekolah,” ujar Setyowati, Kabid Upaya Kesehatan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo.
Peran orangtua pun juga tak bisa diabaikan. Orangtua yang sadar akan kesehatan anaknya akan menyiapkan menu sarapan sehat dan bergizi. Sarapan pagi bisa membuat anak menahan keinginan untuk jajan karena perutnya terisi. Langkah selanjutnya, orangtua juga bisa dengan menyediakan bekal makanan dari rumah yang sehat dan aman. “Anak-anak bisanya suka makanan yang warnanya ngejreng, seperti pada es lilin dan kembang gula. Padahal itu justru tak sehat karena biasanya mengandung zat kimia rhodamin B atau zat pewarna tekstil,” paparnya.