style
Langganan

Pura-Pura Sakit untuk Mendapat Perhatian? Bisa Jadi Mengidap Sindrom Ini - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Astrid Prihatini Wd Newswire  - Espos.id Lifestyle  -  Jumat, 21 Mei 2021 - 10:00 WIB

ESPOS.ID - Ilustrasi pura-pura sakit (Freepik)

Esposin, JAKARTA--Pernahkah Anda menjumpai orang pura-pura sakit untuk mendapat perhatian? Meski kenyataannya sebetulnya orang itu sehat, tapi dia melakukan hal itu hanya demi menarik simpati dari orang-orang sekitarnya.

Nah, bila Anda pernah menemui orang pura-pura sakit hanya untuk mendapatkan perhatian bisa jadi orang tersebut menderita sindrom Munchausen atau Munchausen Syndrome. Simak ulasan selengkapnya di tips kesehatan kali ini.

Advertisement

Dalam kehidupan sehari-hari atau mungkin di dunia kerja, tak jarang kita menjumpai orang pura-pura sakit dengan berbagai motivasi tertentu misalnya mendapatkan hak libur atau menghindari kewajiban tertentu. Namun jika orang itu pura-pura sakit hanya untuk mendapatkan perhatian, bisa jadi orang itu mengidap sindrom Munchausen.

Mengutip laman klikdokter.com, Kamis (20/5/2021), orang dengan Munchausen Syndrome sering kali menunjukkan tanda-tanda seperti:

Advertisement

Mengutip laman klikdokter.com, Kamis (20/5/2021), orang dengan Munchausen Syndrome sering kali menunjukkan tanda-tanda seperti:

Baca Juga: Lianhua Qingwen Capsule Bisa Mengobati Covid-19? Ini Faktanya

- Berbohong dengan berpura-pura sedang mengalami gejala tertentu. Bahkan, untuk meyakinkan gejala tersebut, ia menyakiti diri sendiri atau sengaja memanipulasi hasil pemeriksaan. Misalnya, mengontaminasi hasil urine. - Memberikan riwayat medis yang tidak konsisten atau berbeda-beda, terkadang didramatisasi. - Terjadi “kekambuhan” gejala berulang. - Gejala yang tidak jelas dan justru bertambah “parah” setelah diberikan terapi - Memiliki pengetahuan yang “luas” seputar terminologi atau kata-kata kedokteran dan dapat mendeskripsikan penyakit dengan detail. - Mempunyai keinginan kuat untuk menjalani prosedur medis atau tindakan lainnya. - Memiliki problem identitas dan kepercayaan diri. - Timbul gejala baru padahal pemeriksaan menunjukkan hasil negatif. - Gejala hanya timbul ketika pasien diperiksa. - Memiliki riwayat mencari “kesembuhan” di sejumlah rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya. - Pasien sering menolak dokter untuk menemui keluarga, teman, atau kerabat pasien.

Advertisement

Beberapa hal yang mungkin menjadi faktor risiko munculnya sindrom ini antara lain:

- Trauma masa kecil berupa kekerasan emosional, fisik, ataupun seksual. - Penyakit serius saat kanak-kanak. - Anggota keluarga mengalami penyakit serius. - Kurang kepercayaan atau identitas diri. - Pada masa kanak-kanak kehilangan orang yang dicintai akibat suatu kejadian. - Tidak terpenuhinya keinginan menjadi dokter atau tenaga kesehatan. - Bekerja di bidang kesehatan. - Adanya kelainan kepribadian.

Ketahui Efek Sampingnya

Penderita sindrom Munchausen berisiko mengalami masalah kesehatan bahkan kematian, karena pasien cenderung menyakiti diri sendiri dan melalui berbagai prosedur diagnostik atau tindakan medis.

Baca Juga: Mengenal Identitas Non-Biner Gender Seperti Demi Lovato

Advertisement

Selain itu, pengidap juga berisiko mengalami percobaan bunuh diri.

Mendiagnosis sindrom Munchausen sering kali sulit karena pasien bersikap tidak jujur. Sebelum diagnosis ditegakkan, perlu disingkirkan dahulu penyebab gangguan mental atau fisik lainnya.

Sangat sulit untuk mendiagnosis, bahkan mengobati sindrom ini. Pasalnya, orang-orang dengan sindrom munchausen umumnya tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya merupakan pengaruh gangguan mental.

Advertisement

Ia ingin berperan sebagai orang sakit dan tampak mahir dalam membuat-buat kondisi dan penyakit yang berbeda-beda. Akibatnya, sulit bagi tenaga kesehatan untuk menduga adanya sindrom Munchausen. Seseorang dengan sindrom ini terlihat sangat meyakinkan, serta memiliki kemampuan manipulatif dan mengeksploitasi dokter.

Kondisi sindrom Munchausen sebetulnya murni merupakan gangguan mental dan memerlukan penanganan psikiater. Penyebabnya pun perlu digali lebih dalam agar tidak berulang.

 

Advertisement
Astrid Prihatini WD - I am a journalist who loves traveling, healthy lifestyle and doing yoga.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif