style
Langganan

INFO MEDIS : Inilah Faktor Risiko Emboli Air Ketuban - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Ahmad Hartanto Jibi Solopos  - Espos.id Lifestyle  -  Selasa, 7 Januari 2014 - 02:15 WIB

ESPOS.ID - Ilustrasi persalinan (Parenthub.com.au)

Esposin, SOLO — Emboli air ketuban bisa terjadi dalam setiap persalinan, baik persalinan normal maupun yang dilakukan dengan operasi Caesar. Pada setiap persalinan, terdapat risiko untuk terjadinya emboli ketuban.

Risiko itu dipicu banyaknya pembuluh darah balik yang terbuka. Kondisi tersebut memungkinkan air ketuban masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyumbat pembuluh darah balik.

Advertisement

Menurut dokter spesialis kebidanan dan kandungan RS dr. Moewardi Solo, Eric Edwin, ada beberapa faktor risiko ibu yang dikhawatirkan mengalami emboli air ketuban.  Pertama adalah usia ibu. Semakin tua akan semakin besar faktor risikonya. Kemudian faktor risiko lainnya adalah memiliki banyak anak atau multiparitas.

“Mekoneum, laserisasi serviks, kematian janin dalam kandungan, kontraksi yang terlalu kuat, persalinan yang terlalu cepat, kelainan implantasi plasenta, air ketuban terlalu banyak, perlukaan rahim, adanya riwayat alergi pada ibu, infeksi pada selaput ketuban, bayi besar dan faktor lainnya.”

Dokter spesialis kandungan dan kebidanan Abkar Raden menambahkan air ketuban dapat masuk ke pembuluh vena bisa terjadi pada persalinan normal maupun operasi. Saat ari-ari atau plasenta lahir maka akan terjadi perdarahan dan keluarnya air ketuban. Jika kontraksi bagus maka air ketuban tidak akan masuk ke pembuluh darah.

Advertisement

Kemudian jika kontraksi tidak bagus dan ada pembuluh darah vena yang pecah di serviks, maka cairan ketuban bisa dibawa masuk melalui pembuluh darah vena ke paru- paru sehingga terjadi penyumbatan.

Dalam situs yang mengulas tentang kehamilan www.pregnancycorner.com dijabarkan tidak ada tanda- tanda peringatan untuk emboli cairan ketuban. Gejala yang timbul yakni kecemasan mendadak, agitasi, sesak nafas, tekanan darah rendah (hipotensi), perubahan warna kebiruan atau keunguan pada kulit dan selaput lendir.

Advertisement
Advertisement
Rahmat Wibisono - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif