by Redaksi - Espos.id Lifestyle - Minggu, 31 Mei 2020 - 20:47 WIB
Esposin, SOLO-- Penemuan spesias tanaman langka nan unik yang kemudian diberi nama Anggrek Hantu sangat menarik untuk diulas. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Destario Metusala bersama peneliti Universitas Indonesia (UI) Jatna Supriatna beberapa waktu lalu memublikasikan spesies baru dari kelompok anggrek holomikotropik atau yang kerap disebut dengan anggrek hantu.
Seperti dilansir laman resmi LIPI, belum lama ini, spesies baru ini memiliki nama ilmiah Gastrodia bambu. Ada alasan tersendiri mengapa para peneliti menyebutnya sebagai anggrek hantu (orchid ghost). Penyebutan ini merujuk pada kemunculannya yang sering kali tidak terduga dan tanpa memiliki organ daun.
Spesies anggrek baru tersebut kali pertama ditemukan di Turgo, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, persisnya di lereng selatan Gunung Merapi, pada awal 2016. Kemudian spesies serupa ditemukan juga di kawasan Gunung Pangrango, Jawa Barat, pada awal 2017.
Nama spesies ini berasal dari kata Indonesia "bambu" yang mengacu pada habitatnya yang khas di sekitar kebun bambu. Berdasarkan catatan populasi, spesies ini merupakan anggrek endemik yang hanya ada di Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat dan Yogyakarta. Populasi juga terbatas dan menghadapi tekanan degradasi habitat yang tinggi.
Nama spesies ini berasal dari kata Indonesia "bambu" yang mengacu pada habitatnya yang khas di sekitar kebun bambu. Berdasarkan catatan populasi, spesies ini merupakan anggrek endemik yang hanya ada di Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat dan Yogyakarta. Populasi juga terbatas dan menghadapi tekanan degradasi habitat yang tinggi.
Kasus Terkonfirmasi Positif Covid-19 Sukoharjo Tambah Lagi, Kini Jadi 71 Orang
Anggrek kelompok holomikotropik ini umumnya hanya muncul pada satu periode pendek (2-4 pekan) dalam satu tahun. Perbungaannya secara tiba-tiba akan muncul dari permukaan tanah/seresah, kemudian setelah 1-2 pekan perbungaan akan layu busuk dan lenyap.
Pada pertengahan Agustus 2017, spesies baru anggrek dari Indonesia tersebut telah terbit pada jurnal ilmiah internasional, Phytotaxa dengan judul Gastrodia bambu(Orchidaceae: Epidendroideae), A New Species from Java, Indonesia.
Jenis baru ini juga bukan seperti anggrek pada umumnya yang tampak menarik. "Bunga menghasilkan aroma busuk untuk mengundang serangga polinator alias serangga penyerbuk," ujar Destario yang dikutip dari sebuah media online belum lama ini.
Gastrodia bambu yang berasal dari Pulau Jawa ini membutuhkan kondisi ekologis yang sangat spesifik. Spesies anggrek baru ini juga peka terhadap perubahan lingkungan.
Anggrek ini sangat peka terhadap kekeringan, kelebihan intensitas cahaya, dan perubahan pada media tumbuhnya. Gangguan pada habitatnya, seperti pembukaan rumpun bambu berdampak pada perubahan kelembapan, intensitas cahaya, dan juga sifat biologis medium pertumbuhan, sehingga mengganggu pertumbuhan populasi anggrek ini. Bisa dibilang anggrek langka ini suka kondisi lingkungan yang cenderung gelap.
Karena sensitivitasnya yang tinggi, anggrek ini merupakan objek yang menarik untuk diamati guna mengetahui kerentanan komunitas anggrek tropis terhadap dampak perubahan iklim.
Ketahuan Dapat Bantuan Dobel, 2 Warga Desa Purworejo Sragen Diminta Kembalikan BST Rp600.000
Riset tentang keragaman anggrek menjadi prioritas LIPI maupun Universitas Indonesia untuk mendukung penelitian dan konservasi keanekaragaman hayati (biodiversitas), khususnya spesies endemik di Tanah Air. Karena itu, diperlukan peningkatan kerja sama antara LIPI dan Universitas Indonesia dalam bidang konservasi biodiversitas.
Spesies baru ini juga tidak lepas dari kontribusi dan keaktifan organisasi kemahasiswaan Canopy (Departemen Biologi, Universitas Indonesia) dan BiOSC (Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada) dalam membantu proses pengamatan habitat dan pencatatan rekam jejak populasi.