style
Langganan

Di Lantai Bawah Ia Menjadi Hantu - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Jeli Manalu  - Espos.id Lifestyle  -  Sabtu, 6 Mei 2023 - 09:13 WIB

ESPOS.ID - Ilustrasi Cerpen Menjadi Hantu (Solopos/Istimewa)

Esposin, SOLO—Sebentar lagi kesibukan di lantai bawah akan berlangsung. Ada pembeli yang selalu minta cepat dilayani. Beberapa lainnya suka mengacak-acak jajanan, bertanya apa ini laris, apa itu gampang masuk angin, lalu bolehkah dikembalikan seandainya tiba masa kedaluwarsa.

Di titik lain dalam toko terdapat sekumpulan barang rusak akibat salah perlakuan. Setiap barang baru masuk, stok terdahulu diatur di susunan paling depan supaya cepat laku. Tapi, terkadang ada saja karyawan ceroboh. Bisa juga disebabkan suasana hati berubah buruk setiap kali menghadapi kegiatan itu-itu melulu.

Advertisement

Sebelum diingatkan kembali Ko Aming yang teliti dan pekerja keras, Magnolia Tiur selalu menanamkan dalam hati agar saat menghitung uang konsentrasinya terjaga penuh. Bila akan menyetor ke bank, lembaran uang harus tersusun rapi. Gambar-gambar searah, tidak boleh terbalik-balik. Nilainya juga mesti seragam. Seratus lembar per ikat.

Lalu apa komplain terhadap sales karena salah menurunkan jenis pesanan sudah disiapkan? Keluhan pelanggan terkait kemasan roti bocor sebab digigit serangga atau ulah satu-dua karyawan yang mencuri dari kardus juga harus diproses secepatnya.

Sibuk, sibuk, dan sibuk. Pukul 09.00 sampai 17.00. Setiap hari seperti itu. Sekarang Minggu pukul 07.00. Magnolia Tiur punya waktu dua jam sebelum menjadi hantu di lantai bawah. Menggunakan hot pants hijau tua beserta yukensi plisket keluaran terbaru yang turun naik-turun naik saat ia berjalan cepat menuju rooftop ruko keluarga.

Magnolia Tiur mengambil cepat kain itu dari tumpukan paling atas, kain yang belum disusun ke dalam lemari oleh Uli, pembantu mereka, karena gadis itu libur bekerja di hari Minggu. Sebelum toko buka setiap hari kecuali sedang tidak enak badan, Magnolia Tiur ke rooftop untuk berjemur atau melakukan olahraga ringan sambil memandangi dunia, berharap satu-dua hal baru—kejadian sekecil apa pun di luar sana—bisa mengisi lubang kosong dadanya.

Sesekali ia juga berharap dunia berhenti sangat lama di pukul 07.00 sampai 09.00 supaya otaknya bisa santai, supaya jari tangannya istirahat dari menekan-nekan angka di kalkulator. Juga supaya matanya libur dari mengamati kamera CCTV, dari pengunjung yang keluar-masuk toko, karyawan malas-malasan, atau sales yang barangkali berlaku curang saat menurunkan pesanan dari mobil container ke gudang.

Ia benar-benar ingin santai, ia tidak mau jadi hantu atau jarum jam yang bekerja terus-menerus tiada henti. Jarum jam hanya berhenti ketika baterainya telah soak.

Rooftop ruko, ujung-ujung rambut diterbangkan angin, serta kaki yang berdiri di dekat kaktus kurus. Dari sana ia pandangi satu titik ke titik satunya.

Advertisement

Tampak kerumunan orang berjalan masuk ke mulut bangunan gereja. Ia coba menebak pastilah satu dari orang-orang itu adalah Uli, gadis yang sudah tiga tahun ini menjadi pembantu.

Baca Juga: Enam Tahun Setelah Taman Kota

Magnolia Tiur merasa menjadi Uli jauh lebih beruntung ketimbang dirinya. Uli libur bekerja saban Minggu. Minggu adalah hari suka-suka. Uli hanya melakukan apa yang ia suka selama seharian penuh.

Pulang gereja, Uli pergi ke mana hati akan membawanya. Ke ladang durian milik kawan, ke persawahan untuk foto-foto lalu posting di Instagram. Di waktu lain bila baru dapat gaji, Uli tamasya ke pasar loak.

“Berburu baju bekas impor, Kak Noli,” jawab Uli ketika Magnolia Tiur merasa penasaran.

“Gaun ini, celana ini, kaus, rok, sweater, ini dan itu, dan itu, semuanya barang bekas,” Uli menunjukkan foto-foto dirinya di galeri ponsel.

Magnolia Tiur memuji penampilan Uli. Saat itu, Uli meladeni Magnolia Tiur supaya segera makan karena harus bergantian dengan Ko Aming di seputaran meja kasir.

Advertisement

Selesai berburu baju bekas, Uli bercerita dirinya akan duduk di angkringan menikmati sepiring ombus-ombus (kue dari beras tumbuk) dan segelas cendol panas. Sesudahnya, ia pilih-pilih lipstik harga 25 ribu rupiah. Ada bedak-bedak murah juga. Lotion aroma kelapa tidak lebih dari 15 ribu rupiah.

Kalau perawatan kulit wajah, Uli lebih sering pakai parutan mentimun. Kadang Uli menggunakan putih telur, parutan wotel, atau daging pisang yang tidak dihabiskan majikannya. Uli membiarkan bahan-bahan itu mengering di wajah sepanjang mengerjakan tugas-tugas sebagai pembantu Magnolia Tiur sekeluarga.

Memang, sekali sebulan setelah toko tutup, Magnolia Tiur dijemput Ce Aling, kakak iparnya untuk pergi ke salon langganan. Luluran, sauna, pijat, mewarnai rambut, meluruskan rambut. Di sana Magnolia Tiur juga bisa tato alis, kadang tanam bulu mata palsu. Tujuannya tidak buang-buang waktu berdandan karena setiap hari harus cepat-cepat menjadi hantu di lantai bawah.

Hari lain sesudah toko tutup, di sofa ruang keluarga atau kasur bersama Ko Aming yang mendengkur keras akibat kelelahan, Magnolia Tiur berselancar di toko-toko pakaian online, juga toko-toko sepatu online. Namun, meski punya puluhan sepatu, hanya sandal jepit yang nyaman untuk berdiri sepanjang waktu di seputar meja kasir.

Hanya sandal jepit yang Magnolia Tiur pakai setiap hari sehingga koleksi sepatunya kebanyakan mendekam di lemari kaca. Beberapa bulan sekali, ia meminta Uli mengelap sepatu-sepatu itu serta membiarkan mereka sejenak bernapas di ruang terbuka.

Muak

Ketika masih remaja, Magnolia Tiur bercita-cita punya toko grosir. Ia meyakini pemilik toko grosir pastilah orang kaya karena tiap sebentar para pembeli mengantarkan uang ke meja kasir.

Kawan-kawannya bertepuk tangan saat ia mengutip satu motivasi lama: Waktu adalah duit sedangkan mimpi merupakan hal yang harus dikejar sampai dapat. Saat itu, ia bilang dirinya tidak ingin hidup miskin seperti keluarganya.

Tiga tahun setelah lulus SMA saat berstatus karyawan, ia dinikahi Ko Aming yang berusia 15 tahun lebih tua dengan sedikit cacat di masing-masing daun telinga. Sejak cita-cita Magnolia Tiur menjadi orang kaya tercapai, sehari-harinya dihabiskan dengan menghitung total belanja para pembeli; membayar utang orderan minggu sebelumnya kepada sales; mengamati tidak ada pencuri yang berpura-pura sebagai pengunjung; menanyai karyawan apakah barang rusak dan kedaluwarsa sudah dikategorikan; memastikan tak ada karyawan malas-malasan sebab mungkin sudah sangat bosan dengan rutinitas itu-itu terus.

Advertisement

“Jadi kamu kayaknya lebih enak Uli.”

“Iiis, Kak Noli ngeledeknya jangan gitu. Aku ini cuma babu. Siapa yang mau jadi babu sepertiku. Hehehe.” Begitu obrol-obrol ketika Uli melayani Magnolia Tiur di belakang toko.

Sejak jadi orang kaya, hati Magnolia Tiur tak pernah seberbunga hati Uli ketika ada yang memuji penampilan cantik Uli dengan baju-baju bekas baru beli dan dikenakan kali pertama. Tidak ada orang menggosipkan warna bibir baru Magnolia Tiur, tidak ada orang yang membincangkan alis ataupun bulu mata orang kayanya.

Ia tidak akan ada kawan, apalagi saingan membicarakan sepatu-sepatu bagusnya, hingga kulit tanpa bintik hitam. Maka betapa datarnya hari-hari Magnolia Tiur. Ia tak merasakan sensasi berteduh ramai-ramai di emperen toko saat dalam perjalanan hujan tiba-tiba jatuh lalu tempias air membasahi sepatu serta baju dan rambut.

Magnolia Tiur tak pernah terciprat air jalanan dari pengendara yang melaju sembarangan sehingga memungkinkannya berteriak memaki lalu dengan begitu ia sekaligus bisa melepas suntuk akibat rutinitas yang itu-itu saja sepanjang bulan, sepanjang tahun.

Pada waktu tertentu, ia menerima telepon Uli yang mengatakan terlambat datang, “Hujannya besar-besar sekali Kak Noli. Beha sama celana dalamku ikut basah, ya ampun aku terpaksa putar balik ke rumah. Hehehe.”

Alangkah senangnya jadi Uli? Magnolia Tiur bergumam. Uli bisa melihat awan menjadi hujan, bisa menikmati pelangi sesudahnya. Uli bisa menyaksikan benda-benda terhanyut bebas di parit. Uli bisa berdiri dekat orang asing yang sama-sama berteduh lalu mulai berkenalan-kenalan hingga merumpikan artis-artis kaya yang menderita depresi.

Advertisement

Uli bisa melihat orang saling caci ketika sama-sama kesal. Uli bisa pindah rumah kos bila tak nyaman lagi, bisa marah kepada pacar yang bilang tidak boleh ini dan tak boleh itu.

Di awal menikah, Ko Aming berkata hanya keluarga yang boleh masuk meja kasir. Suami dan istri, anak kalau ada. Papa-mama boleh sesekali bila mereka berhalangan.

Terkadang Magnolia Tiur berpikir seandainya hidup bisa ditukar beberapa hari saja, ia ingin menukarkannya dengan Uli. Ia mau seperti Uli yang hari Minggu pergi gereja dengan pakaian dan sepatu terbaiknya.

Ia ingin tahu serunya berdesak-desakan di pasar saat membeli lipstik-lipstik murah. Ia ingin minum cendol panas sambil mendengar sahut-sahutan para pedagang. Ia ingin suasana baru, ia sudah sangat muak jadi hantu penjaga di seputaran meja kasir yang meski menghasilkan bergoni-goni uang. tapi tak membuat hatinya sehangat hati Uli.

Hari ini, di rooftop ruko dengan udara lembap itu, dadanya bergetar keras. Lonceng masuk misa berdentang,

Uli bilang jam 08.00. Magnolia Tiur berpikir bagaimana seandainya ia pergi ke sana. Ia tak perlu cemas karena bisa pakai kacamata dan juga masker kain. Ketika remaja, Magnolia Tiur anak misdinar yang taat, bergabung dengan kelompok paduan suara.

Sekarang, setiap hari, tugasnya menjadi hantu di seputaran meja kasir berukuran besar berbentuk setengah lingkaran dengan tinggi seulu hatinya. Ia hanya libur ketika ditimpa sakit atau saat mengantar mertua bertemu dokter.

Advertisement

Pelan-pelan, sangat pelan, ia melangkah turun dengan hot pants hijau tua beserta yukensi plisket menuju lantai kedua kamarnya bersama Ko Aming. Ia lalu membuka lemari, meraih baju terbaik, juga sepatu berhak tinggi warna magenta.

Sambil membayangkan dirinya dengan tampilan sangat cantik, ia masuk kamar mandi, melepas beha cepat-cepat dan tak peduli apa celana dalam yang ia campakkan tadi tepat masuk dalam keranjang. Ia berfokus bagaimana supaya lekas bersenang-senang.

Keramas, keramas, keramas. Handuk ia lemparkan ke atas tempat tidur. Ia meraih beha, lalu mengenakan celana dalam. Dari luar pintu terdengar suara Ko Aming memanggil-manggil.

“Hari jam 09.09. Kenapa lama sekali?”

***

Riau, Juni 2022

Jeli Manalu senang menulis dan berkebun. Saat ini tinggal di Rengat Riau. Cerpen-cerpennya terbit di media lokal dan nasional. Buku terbarunya Kucing Penunggu Susteran dan Cerita-cerita Lainnya.

Advertisement
Advertisement
Ayu Prawitasari - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif