style
Langganan

Broker Makin Moncer Komisi 2% dari Properti Miliaran Rupiah - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Adib Muttaqin Asfar Jibi Solopos  - Espos.id Lifestyle  -  Selasa, 8 Mei 2012 - 10:15 WIB

ESPOS.ID - Ilustrasi perumahan. (JIBI/Solopos/Agoes Rudianto).

Perkembangan usaha properti di Soloraya bukan hanya memberikan keuntungan bagi para pengembang, juga para broker properti. Bahkan di tangan merekalah bisnis properti ini berkembang dengan lebih cepat.

Advertisement

Jika di Jakarta banyak orang yang punya nama besar gara-gara menjadi broker, demikian pula dengan di Solo. Kemajuan iklim investasi membuat banyak properti di Soloraya menjadi incaran orang-orang dari luar daerah, khususnya Jakarta. Hal ini pula yang mendorong sejumlah orang untuk ganti haluan untuk terjun di bisnis properti, termasuk sebagai broker.

“Dulu saya memulainya dari kerja sebagai marketing, bukan di bidang properti, melainkan di bagian impor produk tekstil di Jawa Tengah,” kata Halim Witarsa Muljanto yang kini memimpin Paddy’s Properti Surya Solo, Jumat (4/5) lalu.

Advertisement

“Dulu saya memulainya dari kerja sebagai marketing, bukan di bidang properti, melainkan di bagian impor produk tekstil di Jawa Tengah,” kata Halim Witarsa Muljanto yang kini memimpin Paddy’s Properti Surya Solo, Jumat (4/5) lalu.

Tampaknya status Solo yang terus berkembang sebagai kota tujuan investasi membuatnya tertarik untuk ikut terjun. Sudah lima tahun laki-laki yang pernah kuliah marketing dan accountingdi Australia ini menggeluti pekerjaan sebagai broker properti.

Advertisement

Di kalangan pengusaha properti Solo, Halim termasuk orang yang punya nama besar. Para klien dan pembeli properti mungkin memandangnya identik dengan properti berharga mahal seperti rumah atau bangunan senilai lebih dari Rp1 miliar. Dengan komisi 2% saja, bisa dibayangkan berapa komisi yang didapat. Tapi siapa sangka jika pada 2006 lalu Halim memulainya dengan penjualan properti-properti bernilai kecil.

Halim mengakui awalnya dia menjual rumah-rumah bertipe 36 atau tipe kecil dengan nilai Rp100-an juta. Seiring dengan namanya yang makin dikenal, Halim pun mengubah orientasi pasar dan asetnya. Kini dia lebih banyak menjualkan properti mahal yang tentu saja menghasilkan komisi besar.

“Kalau jadi broker, saya lebih memilih segmen menengah ke atas. Soalnya kalau properti mahal, komisinya juga jadi lebih besar. Tapi beda lagi kalau mau jadi developer, bangunnya yang tipe kecil biar lebih cepat lakunya,” kata pria yang juga menjadi Ketua Asosiasi Real Estate dan Broker Indonesia (AREBI) Solo ini.

Advertisement

Di mata Halim, usaha sebagai broker bukan main-main. Salah satu kunci mengapa namanya dan juga usahanya berkembang pesat adalah fokus pada pemasaran properti. Halim memang berkonsentrasi di bidang ini selama lima tahun terakhir dan inilah yang membedakannya dengan makelar biasa atau broker tradisional.

Salah satu keseriusannya dalam menggarap bisnis ini adalah dengan mengikuti sertifikasi broker tak lama setelah dia mulai menggarap penjualan properti. Hanya selang setahun, pada 2007, Halim merogoh uang Rp600.000-an untuk mengikuti sertifikasi. Diakuinya, sertifikasi itu memang tidak terlalu signifikan di mata konsumen. “Tapi dengan sertifikasi, seperti halnya guru, kami jadi broker profesional dan ada standardisasinya.”

 

Advertisement

Balik Jadi Broker

Pengalaman berbeda dialami oleh Adjie Atmodiwiryo, salah satu broker properti yang sudah cukup lama malang melintang di Solo. Adjie yang selama ini lebih dikenal dengan usaha jasa transportasi berlabel Ajibon Trans ini sempat keluar dari hiruk-pikuk bisnis properti. Baru setelah menyadari tingginya permintaan properti di Soloraya, dia kembali lagi ke bidang ini.

“Tahun lalu saya lebih fokus membesarkan Ajibon tapi selama itu saya masih ada transaksi properti,” ujarnya saat ditemui Espos, Minggu (6/5) lalu.

Adjie sebenarnya bertahun-tahun menggeluti dunia pemasaran properti. Dia sempat menghabiskan waktu lama di Century 21, sebuah perusahaan marketing properti hingga dua periode franchise itu berakhir. Adjie juga mengembangkan model pemasaran yang kemudian mengangkat namanya sendiri.

Pada 2008, Adjie membangun situs web bernama soloproperty.com. Situs ini sebenarnya dibuat untuk membantu tugasnya sebagai seorang marketing pada saat itu. Respons masyarakat cukup bagus dengan tingginya traffic pengunjung. Sayangnya tak lama kemudian Adjie memutuskan mengundurkan diri.

“Setelah itu saya sempat membantu mendirikan The A Central Property. Saya siapkan kantor, manajemen dan sebagainya dalam waktu tiga bulan. Tapi kemudian saya keluar,” kenangnya.

Sejak itulah Adjie memilih berkonsentrasi dalam bisnis barunya, jasa persewaan transportasi yang kemudian berkembang menjadi biro tur dan wisata. Namun keberhasilannya di bidang transportasi tidak begitu saja membuat orang lupa dengan rekam jejaknya dalam dunia marketing properti. Sering kali orang menghubunginya untuk mencarikan atau menjualkan propertinya di Solo. “Saat itu masih beberapa kali transaksi walaupun sempat tidak saya urus.”

Bagi Adjie, profesi sebagai broker adalah pilihan yang bagus untuk terjun di bisnis properti. Selama bertahun-tahun sebagai broker, sudah tak terhitung properti yang dijual melalui tangannya. Dari yang bernilai ratusan juta rupiah hingga miliaran rupiah. “Kalau mau memulai terjun di properti, jadilah broker jika belum siap jadi developer.”

Advertisement
Is Ariyanto - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif